Jumat, 20 Maret 2009

Qana'ah = kaya hati

Dan demikianlah telah Kami uji sebahagian mereka (orang-orang kaya) dengan sebahagian mereka (orang-orang miskin), supaya (orang-orang yang kaya itu) berkata: “Orang-orang semacam inikah di antara kita yang diberi anugerah Allah kepada mereka?” (Allah berfirman): “Tidakkah Allah lebih mengetahui tentang orang-orang yang bersyukur (kepadaNya)?”
[Q.S. Al An'aam, 6 : 53]

Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Ketika seorang dari kalian memandang orang yang melebihi dirinya dalam harta dan anak, maka hendaklah ia juga memandang orang yang lebih rendah darinya, yaitu dari apa yang telah dilebihkan kepadanya.

Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Kaya itu bukanlah lantaran banyak harta. Tetapi, kaya itu adalah kaya hati.

Links:

[jalan menuju qana’ah]
http://ummusalma.wordpress.com/2007/02/19/jalan-menuju-qanaah/

  • Qana’ah (rela dan menerima pemberian Allah subhanahu wata’ala apa adanya) adalah sesuatu yang sangat berat untuk dilakukan, kecuali bagi siapa yang diberikan taufik dan petunjuk serta dijaga oleh Allah dari keburukan jiwa, kebakhilan dan ketamakannya.
  • Kiat menuju qana’ah: [1]. Memperkuat Keimanan kepada Allah subhanahu wata’ala. [2]. Yaqin bahwa Rizki Telah Tertulis. [3]. Memikirkan Ayat-ayat al-Qur’an yang Agung. [4]. Ketahui Hikmah Perbedaan Rizki. [5]. Banyak Memohon Qana’ah kepada Allah. [6]. Menyadari bahwa Rizki Tidak Diukur dengan Kepandaian. [7]. Melihat ke Bawah dalam Hal Dunia. [8]. Membaca Kehidupan Salaf. [9]. Menyadari Beratnya Tanggung Jawab Harta. [10]. Melihat Realita bahwa Orang Fakir dan Orang Kaya Tidak Jauh Berbeda.

[qana’ah atau berpikir positif]
http://annilasyiva.multiply.com/journal/item/45

  • Qana’ah artinya rela menerima dan merasa cukup dengan apa yang dimiliki, serta menjauhkan diri dari sifat tidak puas dan merasa kurang yang berlebihan. Qana’ah bukan berarti hidup bermalas-malasan, tidak mau berusaha sebaik-baiknya untuk meningkatkan kesejahteraan hidup. Justru orang yang Qana’ah itu selalu giat bekerja dan berusaha, namun apabila hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan, ia akan tetap rela hati menerima hasil tersebut dengan rasa syukur kepada Allah SWT.
  • Qana’ah seharusnya merupakan sifat dasar setiap muslim, karena sifat tersebut dapat menjadi pengendali agar tidak surut dalam keputusasaan dan tidak terlalu maju dalam keserakahan.
  • Qana’ah berfungsi sebagai stabilisator dan dinamisator hidup seorang muslim. karena seorang muslim yang mempunyai sifat Qana’ah akan selalu berlapang dada, berhati tentram, merasa kaya dan berkecukupan, bebas dari keserakahan, karena pada hakekatnya kekayaan dan kemiskinan terletak pada hati bukan pada harta yang dimilikinya.
  • Qana’ah juga berfungsi sebagai dinamisator, yaitu kekuatan batin yang selalu mendorong seseorang untuk meraih kemajuan hidup berdasarkan kemandirian dengan tetap bergantung kepada karunia Allah.
  • Qana’ah itu bersangkut paut dengan sikap hati atau sikap mental. Oleh karena itu untuk menumbuhkan sifat Qana’ah diperlukan latihan dan kesabaran. Pada tingkat pemulaan mungkin merupakan sesuatu yang memberatkan hati, namun jika sifat Qana’ah sudah membudaya dalam diri dan telah menjadi bagian dalam hidupnya maka kebahagiaan didunia akan dapat dinikmatinya, dan kebahagiaan di akhirat kelak akan dicapainya.

[kemuliaan qana’ah]
http://www.pernikmuslim.com/artikel.php?id=654

  • Barangsiapa di antara manusia yang memanfaatkan semua itu menurut kemaslahatannya dan sesuai dengan yang diperintahkan Allah maka itu adalah perbuatan yang terpuji. Dan barangsiapa yang memanfaatkannya melebihi apa yang dia butuhkan karena tuntutan kerakusan dan ketamakan maka dia pantas untuk dicela.
  • Suri tauladan kita Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah mengajarkan kepada kita bagaimana kita harus bersikap terhadap harta, yaitu menyikapi harta dengan sikap qana’ah (kepuasan dan kerelaan). Sikap qana’ah ini seharusnya dimiliki oleh orang yang kaya maupuan orang yang miskin adapun wujud qana’ah yaitu merasa cukup dengan pemberian Allah, tidak tamak terhadap apa yang dimiliki manusia, tidak iri melihat apa yang ada di tangan orang lain dan tidak rakus mencari harta benda dengan menghalalkan semua cara, sehingga dengan semua itu akan melahirkan rasa puas dengan apa yang sekedar dibutuhkan.
  • Perbuatan qana’ah yang dapat kita lakukan misalnya puas terhadap makanan yang ada, meskipun sedikit laku pauknya, dan cukup dengan beberapa lembar pakaian untuk menutup aurat kita. Maka hendaklah dalam masalah keduniaan kita melihat orang yang di bawah kita, dan dalam masalah kehidupan akhirat kita melihat orang yang di atas kita.
  • Sikap qana’ah ini hendaklah kita lakukan dalam setiap kondisi, baik ketika kita kehilangan harta maupun ketika mendapatkan harta. Barangsiapa yang mendapatkan harta maka haruslah diikuti dengan sikap murah hati, dermawan, menafkahkan kepada orang lain dan berbuat kebajikan. Marilah kita tengok kedermawanan dan kemurahan hati Rasulullah: Telah diriwayatkan dalam hadits shahih dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, bahwa beliau adalah orang yang lebih cepat untuk berbuat baik daripada angin yang berhembus. Selagi beliau diminta sesuatu, maka sekali pun tidak pernah beliau menjawab. “Tidak” Suatu ketika ada seseorang meminta kepada beliau.
  • Do’a agar Qona’ah: راللّهمّ قنّعني بما رزقتني و با رك لي فيه ، و ا خلف على كلّ غا ئبة لي بخي
    “Ya Allah, jadikanlah aku merasa qona’ah (merasa cukup, puas, rela) terhadap apa yang telah engkau rizkikan kepadaku, dan berikanlah berkah kepadaku di dalamnya, dan jadikanlah bagiku semua yang hilang dariku dengan lebih baik.”

[qana’ah]
http://alpener.blogspot.com/2007/05/qanaah.html

  • Kita mungkin mengetahui bahwa baginda nabi Muhammad SAW sejak kecil bukanlah sosok yang hidup dalam limpahan materi, sekalipun beliau akhirnya menjadi kepala negara Islam yang pertama, tidak pernah kita mendengar gaya hidup glamour dari keluarga Rasulullah, bahkan ketika putrinya fathimah menikah dengan Ali bin Abi Thalib beliau mengadakannya secara sederhana.
  • Dalam kebersahajaannya, Rasulullah juga dikenal sebagai orang yang dermawan, beliau selalu membantu orang yang dalam kesulitan Dalam kehidupan sosial Rasulullah saw bukanlah tipe individualis yang hanya memikirkan dirinya sendiri; bukan pula manusia yang suka berdiam dirumah seraya memisahkan diri dengan masyarakat sekitar. Beliau senantiasa bergaul dengan masyarakat dari kalangan atas hingga kalangan bawah untuk menyampaikan risalah Islam kepada umat manusia. Bahkan hingga akhir kehidupannya Rasulullah sangat peduli dengan umatnya. Ini dibuktikan oleh beliau pada saat menjelang wafat beliau mengkhawatirkan nasib umatnya.

[buah keimanan kepada qadha' dan qadaR : qana'ah dan kemuliaan diRi, beRtekad dan beRsungguh-sungguh]
http://www.almanhaj.or.id/content/2212/slash/0

  • Apabila seorang hamba dikaruniai sikap qana’ah, maka akan bersinarlah cahaya kebahagiaan, tetapi apabila sebaliknya (apabila ia tidak memiliki sikap qana’ah), maka hidupnya akan keruh dan akan bertambah pula kepedihan dan kerugiannya, disebabkan oleh jiwanya yang tamak dan rakus. Seandainya jiwa itu bersikap qana’ah, maka sedikitlah musibahnya. Sebab orang yang tamak adalah orang yang terpenjara dalam keinginan dan sebagai tawanan nafsu syahwat.
  • Qana’ah itu pun dapat menghimpun bagi pelakunya kemuliaan diri, menjaga wibawanya dalam pandangan dan hati, serta mengangkatnya dari tempat-tempat rendah dan hina, sehingga tetaplah kewibawaan, melimpahnya karamah, kedudukan yang tinggi, tenangnya bathin, selamat dari kehinaan, dan bebas dari perbudakan hawa nafsu dan keinginan yang rendah. Sehingga ia tidak mencari muka dan bermuka dua, ia pun tidak melakukan sesuatu kecuali hal itu dapat memenuhi (menambah) imannya, dan hanya kebenaranlah yang ia junjung.
  • Orang-orang yang beriman kepada qadar menerima sesuatu yang menggembirakan dan menyenangkan dengan sikap menerima, bersyukur kepada Allah atasnya, dan menjadikannya sebagai sarana atas berbagai urusan akhirat dan dunia. Lalu, dengan melakukan hal tersebut, mereka mendapatkan, berbagai kebaikan dan keberkahan, yang semakin melipatgandakan kegembiraan mereka.

[qana'ah sifat mulia yang haRus di miliki paRa istRi]
http://tentang-pernikahan.com/article/articleindex.php?aid=435&cid=2

  • Sikap qana’ah atau menerima apa adanya (nrimo) pada masalah kebendaan (duniawi) dalam kehidupan suami istri sangat dibutuhkan. Terutama bagi seorang istri tanpa adanya sifat qana?ah maka bisa dibayangkan bagaimana susahnya seorang suami.Setiap tiba dirumah maka yang terdengar adalah keluhan-keluhan, belum punya ini belum punya itu, ingin beli perhiasan, pakaian baru, sepatu baru, jilbab baru,perkakas rumah tangga, furniture, dan lain-lainnya.
  • Duhai, para istri…engkau adalah sebaik-baik perhiasan diatas muka bumi ini bila engkau memahami dienmu. Maka jadilah wanita dan istri yang shalihah,itu semua bisa dicapai bila engkau mampu mengendalikan hawa nafsumu, bergaul hanya dengan kawan-kawan yang shalihah dan berilmu,dan tutuplah matamu bila engkau melihat sesuatu yang tidak mungkin bisa engkau raih, lihatlah kebawah masih banyak yang lebih menderita dan lebih miskin hidupnya dibandingkan engkau. Maka akan kau temui dirimu menjadi orang yang mudah mensyukuri nikmat-Nya.
  • Sifat qana’ah ibarat mutiara yang terpendam di bawah laut, barangsiapa yang bisa mengambilnya dan memilikinya maka beruntunglah ia. Seorang istri yang memiliki sifat qana’ah ini maka dapat membawa ketentraman dan kedamaian dalam rumah tangganya. Suami merasa sejuk berdampingan denganmu, rasanya akan enggan ia menjauh darimu.

[menjadi pribadi yang qana'ah]
http://keadilan-jepang.org/arsip.php?page=tausyiah&id=304

  • Qana’ah ini sangat tipis perbedaanya dengan putus asa. Akan tetapi, qana’ah penuh dengan rasa syukur kepada Allah, dan penuh dengan ketentraman hati. Sementara itu putus asa, penuh dengan kekecewaan dan kekesalan ketika tidak mampu mencapai sebuah keinginan yg diiginkan. Qana’ah juga sangat berbeda dengan sifat tidak berani menghadapi tantangan dan seluruh sifat ke-tidakberani-an ataupun sifat kekalahan yang lainnya. Justru qana’ah adalah sifat orang yang menang bersama ketawadhu’an.
  • Timbulnya sifat tamak ini diantaranya adalah karena manusia telah lalai bahwa harta hanya titipan sementara di dunia. Dan manusia lupa bahwa kehidupan abadi hanya ada di surga. Harta yang banyak, belum tentu akan membuat hidup menjadi tenang, karena harus memikirkan bagaimana menjaganya dan bagaimana mendapatkannya lagi, lagi dan lagi yang tidak akan pernah puas.
  • Seorang muslim harus yakin bahwa 4 ketetapan telah tertulis sejak dirinya berada dalam kandungan ibunya, yaitu rezekinya, ajalnya, amalnya, celaka dan bahagianya (HR. Bukhari, Muslim dan Akhmad). Seorang hamba hanya diperintahkan untuk berusaha dan bekerja dengan kayakinan bahwa Allah SWT akan memberikan hasil sesuai yang ia usahakan dan juga bahwa Allah akan memberikannya sesuai dengan rezekinya yang telah tertulis.
  • Abu Darda pernah mengucapkan: Para pemilik harta makan, kami juga makan, mereka minum dan kami juga minum, mereka berpakaian dan kami juga berpakaian, mereka naik kendaraan dan kamipun naik kendaraaan. Mereka memiliki kelebihan harta yang mereka lihat dan juga dilihat oleh selain mereka, lalu mereka menemui hisab atas harta itu sedang kita terbebas darinya.

[pak udin dan sikap qana'ah]
http://www.eramuslim.com/oase-iman/pak-udin-dan-sikap-qana-039-ah.htm

  • Di tengah realitas kehidupan saat ini yang sangat hedonistik, kebanyakan orang akan merasa sulit dan berat untuk bersikap qana’ah. Sebab, keberhasilan hidup hanya dilihat dari sudut pandang yang sempit. Sehingga, tolok ukur yang dipakai adalah atribut duniawi, seperti kekayaan harta, pangkat dan jabatan. Segala cara dan upaya dilakukan untuk menggapai keinginan di atas. Timbul penyimpangan-penyimpangan dari jalan-Nya, seperti perampokan, korupsi, suap, cari muka kepada atasan untuk ambisi karir, perjudian, pelacuran atau memperdagangkan barang haram.

[makna qana’ah]
http://thenafi.wordpress.com/2008/06/16/makna-qanaah/

  • Ciri-ciri orang yang masih mencintai dunia, maka lihatlah dalam kesehariannya. Apakah energi yang kita gunakan selama dalam satu hari lebih banyak untuk dunia atau untuk Tuhan? Kemungkinan kebanyakan kita lebih memfokuskan energi untuk hal-hal yang bersifat duniawi. Paling yang kita gunakan untuk mengingat Tuhan itu hanya sedikit waktu saja. Dan ini adalah hal yang manusiawi.
  • Dalam Islam ada tiga kepentingan. Pertama, kepentingan darurat (daruriyah). Kedua, kepentingan mendesak (hajjiyah). Dan ketiga, kepentingan sekunder (tahsiniyah). Seorang muslim yang baik adalah seorang yang mempunyai kriteria dan sudah mampu menjalankan kriteria itu dengan baik, mampu memilah kebutuhannya sendiri. Kemampuan kita untuk membuat perhitungan-perhitungan dan kalkulasi-kalkulasi kebutuhan, maka inilah yang diajarkan oleh Imam Al-Ghazali di sini. Orang yang menginginkan di luar daripada kebutuhan daruriyatnya, maka orang tersebut sudah cukup. Apalagi kebutuhan tahsiniyatnya sudah terpenuhi, maka ini adalah lebih dari cukup. Kalau masih menginginkan lagi, maka ini biasanya lebih mengarah pada dosa. Orang seperti ini biasanya tak pernah puas akan kebutuhannya.
  • Menurut teori Maslow (terlepas dari berbagai macam kritik atas teori ini), bahwa tak mungkin orang bisa memelihara keamanan dirinya sendiri jika basic neednya tidak terpenuhi. teori ini adalah tidak berlaku bagi orang yang beriman. Bagi orang yang beriman, setinggi apapun tingkatan sosial mereka, maka ia akan tetap dekat dengan Tuhan, tetap sujud di atas tempat yang paling rendah. Inilah hebatnya menjadi orang yang beriman. Bagi yang kaya maka tak akan merasa kaya, sedangkan yang miskin maka tak akan merasa terhina.

[qana'ah]
http://www.naqsyabandi.org/Qana%27ah.html

  • Abu Zakaria Anshari mengatakan kana’ah adalah perasaan seseorang bahwa dia telah merasa cukup dengan apa yang dia miliki, yang sudah dapat memenuhi kebutuhan hidupnya baik berupa makanan, pakaian maupun lainnya. Menurut Athaillah, Kana’ah ialah terhentinya keinginan seseorang terhadap apa yang sudah diberikan kepadanya dan tidak ada lagi keinginannya untuk menambah apa yang sudah ada.
  • Kana’ah adalah salah satu sikap sufi yang merupakan sebagian dari sikap hidup zuhud. Kana’ah merupakan permulaan makam ridla, sedangkan wara’ yaitu patuh dan taat kepada Allah SWT adalah permulaan makam zuhud. Sikap kana’ah adalah sikap yang dituntut dari para sufi, karena kana’ah dapat menjauhkan diri dari ajakan hawa nafsu yang mengandung tipu daya kehidupan duniawi, yang membuat seseorang lupa dan lalai kepada Allah dan kepada kewajibannya sebagai hamba Allah untuk beribadat menuju kehidupan di akhirat yang kekal.
  • Orang yang wara’ menjadikan yang bersangkutan gemar beribadat kepada Allah, dan tidak menghabiskan waktu dan umurnya terbuang percuma. Orang yang wara’, berusaha sepenuhnya untuk menjauhkan semua bentuk yang dapat merusak iman dan ibadatnya. Sikap wara’ ini menumbuhkan sikap kana’ah.
  • Para sufi mengajarkan lima prinsip pembinaan tasawuf, yaitu : (1) Merasa mulia jika dalam ketaatan, (2) Merasa hina jika dalam kemaksiatan, (3) Haibah (wibawa) dalam melakukan shalat di malam hari, (4) Hikmah di waktu perut sedang kosong, dan (5) Merasa kaya dalam sikap kana’ah. Semua prinsip dasar ini merupakan perwujudan sikap kana’ah dalam diri seorang muslim untuk mencapai keridlaan Allah SWT.

[qana'ah]
http://taufanhidayat.wordpress.com/2008/06/04/qanaah/

  • Imam Ali bin Abi Thalib mengemukakan dalam ungkapan-ungkapan singkat berikut ini: “Tamak adalah perbudakan abadi.” … “Orang tamak berada dalam ikatan kehinaan,” … “Dengan qana’ah cukuplah seseorang disebut sebagai memiliki (kekayaan).” … Dan, “kekayaan yang sangat besar adalah tidak mengharap sesuatu yang ada di tangan orang lain.”
  • Muhammad Al-Baqir dalam sebuah fatwanya menyebutkan, “Seburuk-buruk hamba adalah orang yang memiliki ketamakan yang diperturutkan, dan seburuk-buruk hamba adalah orang yang mempunyai keinginan yang membuat dirinya terhina.”
  • Qana’ah dipandang sebagai kekayaan, yang di situ seorang dapat menguasai dirinya, bersikap bebas, kuat, dan merdeka dalam menghadapi orang lain. Itulah sebabnya dakwah Islam menyatakan penentangnya terhadap ketamakan, agar dengan itu seseorang dapat menentang rasa takut yang menghancurkan, yang diakibatkan oleh ketamakannya.

[memberikan sifat qana’ah]
http://www.radarbanten.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=31400

  • Di antara sebab yang membuat hidup tidak tenteram adalah terpedayanya diri oleh kecintaan kepada harta dan dunia. Orang yang diperdaya harta akan senantiasa merasa tidak cukup dengan apa yang dimilikinya. Akibatnya, dalam dirinya lahir sikap-sikap yang mencerminkan bahwa ia sangat jauh dari rasa syukur kepada Allah, Sang Maha Pemberi Rezeki itu sendiri. Ia merasa justru kenikmatan yang dia peroleh adalah murni semata hasil keringatnya, tak ada kesertaan Allah.
  • Ketentraman hidup hanya dapat diraih melalui penyikapan yang tepat terhadap harta dan dunia, sekecil dan sebesar apa pun yang dimilikinya. Sikap ini dikenal dengan qana’ah, yang berarti merasa cukup dan puas atas harta dan dunia yang dimilikinya. Orang yang berpuasa dengan ikhlas karena patuh dan taat atas perintah Allah, akan melahirkan sikap qana’ah.
  • Qana’ah dan syukur adalah dua sikap yang tak mungkin dipisah. Orang yang qana’ah hidupnya senantiasa bersyukur. Makan dengan apa adanya akan terasa nikmat tiada terhingga jika dilandasi dengan qana’ah dan syukur. Sebab, pada saat seperti itu ia tidak pernah memikirkan apa yang tidak ada di hadapannya.
  • Orang-orang yang memiliki sikap qana’ah tidak berarti fatalis dan menerima nasib begitu saja tanpa ikhtiar. Orang hidup qana’ah bisa saja memiliki harta yang sangat banyak, namun bukan untuk menumpuk kekayaan.
  • Kekayaan dan dunia yang dimilikinya, dibatasi dengan rambu-rambu Allah SWT. Dengan demikian, apa pun yang dimilikinya tak pernah melalaikan dari mengingat Sang Maha Pemberi Rezeki. Sebaliknya, kenikmatan yang ia dapatkan justru menambah sikap qana’ah-nya dan mempertebal rasa syukurnya.

[sifat qana'ah dan 'iffah]
http://www.islamhouse.com/p/179689

  • Ketergantungan hati yang berlebihan terhadap perhiasan dunia dan memperbanyak harta memperbudak hamba, dan Rasulullah memanggil orang-orang seperti itu dengan sebutan orang yang celaka.
  • Dan termasuk mujahadah adalah bahwa engkau tidak mengadu kecuali hanya kepada Allah dan tidak menantikan kelapangan kecuali hanya dari Allah.
  • Imam an-Nawawi rahimahullah menyebutkan kesepakatan ulama atas larangan meminta kalau bukan karena terpaksa. Dan disyaratkan bolehnya meminta bagi orang yang masih mampu bekerja dengan tiga syarat: bahwa ia jangan merendahkan dirinya, jangan terus menerus meminta, dan jangan menyakiti yang diminta. Jika kurang salah satu syarat ini, maka hukumnya haram menurut konsensus ulama.
  • Di antara sebab-sebab qana’ah adalah: bahwa seseorang memandang kepada orang yang berada di bawahnya (lebih miskin darinya dalam urusan dunia), agar ia menyadari nikmat Allah kepadanya.
  • Kurangnya sifat qana’ah dalam diri seorang muslim terkadang muncul dari tidak mantapnya pemahaman imannya, berupa ridha terhadap qadar di kala susah dan senang.
  • Doa: …وَأَسْأَلُكَ نَعِيْمًا لاَيَنْفَدُ وَقُرَّةَ عَيْنٍ لاَتَنْقَطِعُ وَأَسْأَلُكَ الرِّضَا بِالْقَضَاءِ
    wa as aluka na’iiman laa yanfadu wa qurrata ‘ainin laa tunqati’u, wa as alukar radhaa bil qadha’i
    “…dan aku memohon kepada-Mu kenikmatan yang tidak pernah pudar, kesejukan mata yang tidak pernah terputus, dan aku memohon kepada-Mu keridhaan terhadap qadha`.”



www.tips-fb.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar